- Back to Home »
- PERBEDAAN INTELIJEN BIN, POLRI, DAN TNI
Inilah Perbedaan Intelijen BIN, POLRI, dan TNI
Dibentuknya intelijen bukanlah tidak ada maksud akan tetapi berguna untuk melakukan kontra intelijen di bidang ipoleksosbudhankam. Kita sadari bahwa sampai dengan 25 tahun yang akan datang kemungkinan perang secara terbuka/ konvensional belum ada indikasi namun demikian perang secara tertutup (intelijen) khususnya politik, ekonomi, sosial dan budaya akan menghantui dunia internasional. Tidak disadari perang nubika (Nuklir, Biologi dan Kimia) sudah mulai dibuka dengan mengggunakan senjata biologi secara tertutup melalui bahan makanan seperti; keracunan massal, perusakan lingkungan, wabah penyakit hewan yang menjalar ke manusia, perang narkoba dsb. Semuanya itu merupakan rekayasa negara lain yang menyerang negara Indonesia.
Intelijen yang kita miliki masih terlihat berjalan secara sendiri-sendiri. Bila hal ini tidak ditata dengan baik akan dapat membahayakan kelangsungan bagi berbangsa dan bernegara, sehingga intelijen perlu diatur untuk menjaga stabilitas negara dari kepentingan dalam maupun luar negeri. Intelijen yang kita miliki terlihat saling tumpang tindih antara satu dengan yang lain sehingga sangat telat untuk melakukan kontra intelijen yang berasal dari luar sedangkan intelijen kita sibuk hanya menangani kepentingan dalam negeri dan sangat mudah didikte negara asing.
Semenjak berpisahnya TNI dengan Polri maka keamanan dalam negeri diambil alih oleh Polri demikian juga dengan RUU TNI yang sampai saat tulisan ini disusun, belum diselesaikan, membuat intelijen TNI dalam hal ini BAIS TNI seolah berpangku tangan karena belum memiliki legitimasi hukum melakukan penanganan dan bantuan kepada Polri maupun BIN. Akan tetapi apabila terjadi serangan teroris masyarakat akan menyoroti masalah intelijen yang tidak mampu melakukan deteksi dini dan cegah dini, di sisi lain intelijen belum dipayungi hukum untuk melakukan tugasnya sehingga tugas yang dilakukan terkesan setengah hati dan tidak maksimal cenderung takut terlibat kasus HAM. Dengan demikian untuk penanganan yang bersifat grey area harus dikerjakan bersama-sama dengan mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan institusi.
Di Indonesia sendiri sebenarnya banyak institusi yang mempunyai intelijennya tersendiri. Intelijen Analis yang terdiri dari; BIN, BIK, Bais TNI, Bea Cukai, Imigrasi, Kejaksaan, Kehakiman dsb, dan semuanya itu bertanggung jawab kepada Kepala Badan Intelijen Indonesia, namun yang akan saya bahas kali ini hanyalah BIN, POLRI, dan TNI.
BIN (Badan Intelijen Negara):
BIN merupakan intelijen sipil. Badan Intelijen Negara yang kita miliki terkesan sangat mandul hal ini terjadi karena BIN tidak memiliki payung hukum yang jelas dalam melaksanakan tugasnya. Kinerja BIN tidak dapat bekerja maksimal karena harus menunggu untuk melakukan kajian yang bersifat analisis yang kemudian analisa tersebut diberikan untuk memberikan bantuan kepada Polri sehingga deteksi dan cegah dini menjadi lambat dilakukan. Personil intelijen cenderung membuka diri dalam melakukan tugasnya sehingga harapan untuk mendapatkan data dan informasi kurang maksimal.
Hal ini terjadi karena minimnya anggaran yang dimiliki oleh BIN sebagai tenaga intelijen yang dituntut memiliki kemampuan tugas dengan “under cover” untuk mendapatkan informasi tentang segala hal seperti ipoleksosbudhankam. Undang-undang RI Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pasal 26 ayat (1) menyatakan bahwa “untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen”.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa laporan intelijen yang berkaitan dan berhubungan dengan masalah-masalah keamanan nasional dapat diperoleh dari Depdagri, Deplu, Dephan, Depkeh dan HAM, Depkeu, Kepolisian RI, TNI, Kejaksaan Agung RI, BIN atau instansi lain yang terkait untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan.
Badan Intelijen Kepolisian:
Badan Intelijen Kepolisian merupakan suatu badan yang memiliki tugas untuk melakukan tugas pengumpulan data/ informasi di bidang ipoleksosbudkam serta memiliki kewenangan yudisial dalam melakukan penangkapan terhadap masyarakat yang dianggap membahayakan negara dari aksi teroris maupun aksi lainnya di dalam negeri.
Seiring dengan perjalanan supremasi sipil, Polri telah melakukan upaya peningkatan kemampuan personil di bidang keamanan dalam negeri termasuk menyiapkan anti teror Detasemen 88 dalam menghadapi teroris yang melakukan teror di Indonesia.
Intelijen Polri kemudian mengubah namanya seiring dengan reformasi kelembagaan yang harus dijalani Polri. Dengan menyandang nama Badan Intelijen Keamanan Polri (Intelkam) Polri. Titik tekannya pada intelijen keamanan, yang tertuang pada Keputusan Presiden (Perpres) No. 70 tahun 2002 tentang Organisasi Tata Kerja Kepolisian Negara RI Pasal 21, yang berbunyi:
a. Badan Intelijen Keamanan Polri, disingkat Baintelkam adalah unsur pelaksana utama pusat bidang intelijen keamanan di bawah Polri.
b. Baintelkam bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri).
BAIS TNI (Badan Intelijen Strategis):
Badan Intelijen Strategis (disingkat BAIS) TNI adalah organisasi yang khusus menangani intelijen kemiliteran dan berada di bawah komando Markas Besar Tentara Nasional Indonesia.BAIS bertugas untuk menyuplai analisis-analisis intelijen dan strategis yang aktual maupun perkiraan ke depan -biasa disebut jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang- kepada Panglima TNI dan Departemen Pertahanan.
Intelijen TNI dan Kepolisian memiliki perbedaan karakter dimana intelijen kepolisian melakukan analisis setelah kejadian suatu peristiwa kemudian dikembangkan untuk mendapatkan fakta dan data, sedangkan Intelijen TNI melakukan cegah dini dan deteksi dini memperoleh informasi dari tingkat yang paling bawah sampai tingkat Mabes TNI yang dikembangkan dari analisis sebelum peristiwa itu terjadi.
Munculnya reformasi, Intelijen TNI kurang diajak bekerja sama dalam mengawal negara dari bahaya teroris. Untuk kinerja intelijen TNI sudah memiliki pengalaman dalam menangani aksi teror baik skala nasional maupun internasional. Dengan demikian untuk mengawal negara ini instansi manapun tidak dapat berdiri sendiri dengan mengaku paling hebat karena pengakuan paling hebat adalah merupakan kesombongan yang berakibat fatal dan teroris akan semakin berani untuk melakukan uji coba sehingga perlu dibentuk suatu tim kesatuan yang saling mendukung demi tegak berdirinya NKRI.
Intinya yang ingin disampaikan, intelijen akan profesional bila didukung dengan peralatan yang mumpuni, personil, pendanaan serta memiliki payung hukum yang jelas. Fungsi intelijen dapat berjalan dengan baik apabila menghilangkan rasa egosentris institusi (tanpa menyinggung kehormatan korps masing-masing) menjadi kesatuan yang utuh dalam mengemban misi bangsa. Badan-badan intelijen yang sudah ada diadakan kerja sama, baik ditinjau dari segi analis maupun dalam operasional secara bahu membahu guna kepentingan negara.
Contohnya jika ada seseorang anggota TNI aktif, bila dia seorang spesialis infiltrator (penyusupan) ke organisasi, tidak ada salahnya bila diaktifkan dengan tugas khusus menyusup ke organisasi teroris atau gembong narkoba, dalam membantu kepolisian. Demikian juga juga dengan anggota-anggota Polisi yang berada di bagian anti teror, sepatutnya saling mengenal dengan anggota anti teror di tubuh TNI dan intelijen.
Dengan demikian tidak perlu terjadi silang pendapat yang sifatnya saling membantah di antara sesama aparat keamanan, baik polisi, militer maupun intelijen, karena hal ini cuma memperjelas tidak adanya koordinasi, tidak adanya saling menghormati. Tentunya hal ini kembali pada segenap jajaran pimpinan Polisi, Militer dan Intelijen.